Kamis, 28 Agustus 2008

MEMBANGUN WIRAUSAHA MUSLIM

Bekerja dan berusaha, termasuk berwirausaha boleh dikatakan merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia karena keberadaannya sebagai khalifah fil-ardh dimaksudkan untuk memakmurkan bumi dan membawanya ke arah yang lebih baik ( QS. 11/Hud : 61 )

Dalam kamus Bahasa Indonesia, wirausaha diidentikkan dengan wiraswasta, sehingga wirausahawan dapat disebutkan sebagai “orang yang pandai atau berbakat mengenal produk baru, menentukan cara produksi baru, dan menyusun pedoman operasi untuk pengadaan produk baru,memasarkannya, serta mengatur permodalan operasinya. ( Suryanto (ed), Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya, Apollo, 1977 Hal 601 )
Akan tetapi adalah suatu kenyataan bahwa aktifitas berwirausaha merupakan bidang kehidupan yang kurang berkembang secara memuaskan di kalangan masyarakat pribumi atau masyarakat muslim Indonesia. Banyak factor psikologis yang membentuk sikap negatif masyarakat terhadap profesi wirausaha. Pertama, image lama yang melekat pada orang yang aktif pada bidang ini, antara lain sifat agresif, ekspansif, bersaing tidak jujur, kikir, sumber penghasilan tidak stabil. Image ini menyebabkan sebagian besar masyarakat kita tidak tertarik untuk berwirausaha. Para orang tua sebagian besar menginginkan anaknya menjadi pegawai negeri, pegawai di perusahaan swasta terkenal, jadi insinyur, dokter, pilot, tentara dan jabatan – jabatan keren lainnya. Hampir tidak ada yang menginginkan anaknya jadi wirausahawan. Kalaupun ada yang berminat, sangat terbatas di kalangan mereka yang tidak diterima di perguruan tinggi, pegawai, tentara dan sebagainya.
Kedua, sikap tidak tertarik pada kegiatan wirausaha itu juga dipicu oleh pemahaman yang terlalu simplistic (dangkal) terhadap ajaran agama, khususnya hadis – hadis yang secara sepintas dipahami seakan – akan tidak mementingkan kesuksesan di dunia.
Misalnya : Dunia ini penjara bagi orang yang beriman, dan sorga bagi orang kafir ( Al Hadits )
Di samping itu juga ditemukan ajaran – ajaran agama, khususnya di dunia tasawuf dan tarekat yang, jika dipahami secara sempit, akan cenderung mengecilkan arti prestasi keduniaan, seperti zuhud, wara, faqir dan sebagainya.
Kondisi yang memprihatinkan akibat tradisi dan pemahaman ini akhirnya membuat anak negeri kurang menyentuh kewirausahaan, dan pada gilirannya menyebabkan negeri kita sangat tertinggal bila dibandingkan dengan negara – negara seperti Singapura, Jepang, Korea, Hongkong bahkan Malaysia, di mana negara tersebut mempunyai masyarakat yang memiliki jiwa wirausaha yang sangat tinggi.
Berangkat dari dasar pemikiran itu, maka pengembangan dan penumbuhan jiwa kewirausahaan merupakan tugas yang inhern dalam agama, dan juga merupakan salah satu alternatif bagi pemulihan krisis ekonomi dan lapangan kerja yang masih melilit bangsa kita.
Paling tidak ada dua alasan mengapa kewirausahaan perlu dikembangkan di Indonesia, dengan penduduk yang mayoritas muslim ini. Pertama, kenyataan dari sejumlah angkatan kerja yang ada, masih sangat sedikit yang tertampung dalam lapangan kerja, sehingga pembukaan lapangan kerja baru menjadi suatu keniscayaan dalam pemberdayaan masyarakat Indonesia.
Kedua, Nabi Muhammad SAW yang merupakan ikutan dan teladan bagi ummat Islam, komunitas terbanyak negeri ini, adalah seorang pedagang yang sangat ulet dan professional, jujur, memegang amanah, dan terpercaya. Bahkan kredibilitas dan integritas pribadinya sebagai pedagang mendapat pengakuan, bukan hanya dari kaum muslimin, tetapi juga orang Yahudi dan Nasrani, dikarenakan Nabi menjalankan usahanya dengan sangat professional ( Semua sejarah Nabi Muhammad membuktikan hal ini. Lihat, misalnya, Husein Haekal, Hayatu Muhammad )

B. Berusaha Bagian Integral dari Kehidupan
Sebagai agama yang menekankan dengan kuat sekali tentang pentingnya keberdayaan ummatnya, maka Islam memandang bahwa berusaha atau berwirausaha merupakan bagian integral dari ajaran Islam. Terdapat sejumlah ayat dan hadis Nabi Muhammad SAW yang menjelaskan pentingnya aktifitas berusaha itu. Di antaranya :
Apabila telah ditunaikan sholat, maka bertebaranlah di muka bumi. Dan carilah karunia Allah ( QS Al Jumuah : 10 ).
Sungguh seandainya salah seorang di antara kalian mengambil beberapa utas tali, kemudian pergi ke gunung kemudian kembali memikul seikat kayu bakar dan menjualnya, kemudian dengan hasil itu Allah mencukupkan kebutuhan hidupmu, itu lebih baik daripada meminta – minta kepada sesama manusia, baik mereka memberi maupun tidak. ( HR Bukhari ).
Pernah suatu saat Rasulullah ditanya oleh para sahabat, “pekerjaan apa yang paling baik ya Rasulullah ? Rasulullah menjawab, seorang bekerja dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang bersih. ( HR Al Bazzar )
Pedagang yang jujur lagi terpercaya adalah bersama – sama Nabi, orang – orang shadiqin, dan para syuhada ( HR Tirmidzi dan Ibnu Majah ).
Perhatikan olehmu sekalian, sesungguhnya perdagangan itu di dunia ini adalah sembilan dari sepuluh pintu rezeki ( HR Ahmad ).
Hadis – hadis di atas memperlihatkan bagaimana kewirausahaan merupakan aktifitas yang inhern dalam ajaran Islam. Sedemikian strategisnya kedudukan kewirausahaan dan perdagangan dalam Islam, hingga teologi Islam itu dapat disebutkan sebagai “teologi perdagangan” ( commercial theology ). Hal tersebut dapat dilihat dalam kenmyataan bahwa :
Hubungan timbal balik antara Tuhan dan manusia bersifat perdagangan betul, Allah adalah Saudagar sempurna. Ia ( Allah ) memasukkan seluruh alam semesta dalam pembukuan-Nya. Segalanya diperhitungkan, tiap barang diukur. Ia telah membuat buku perhitungan, neraca – neraca, dan Ia ( Allah ) telah menadi contoh buat bisnis - bisnis yang jujur.
Pengembangan kewirausahaan di kalangan masyarakat Indonesia memiliki manfaat yang terkait langsung dengan pengembangan masyarakat. Manfaat tersebut antara lain: Pertama, pengembangan kewirausahaan akan memberikan konstribusi yang besar bagi perluasan lapangan kerja, sehingga dapat mengurangi angka pengangguran.
Kedua, berkembangnya kewirausahaan akan meningkatkan kekuatan ekonomi negara. Telah terbukti dalam sejarah perjalanan bangsa kita, bahwa UKM adalah basis ekonomi yang paling tahan menghadapi goncangan krisis yang bersifat multidimensional.
Ketiga, dengan semakin banyaknya wirausahawan, termasuk wirausahawan muslim, akan semakin banyak tauladan dalam mayarakat, khususnya dalam aktifitas perdagangan. Sebab, para wirausahawan memiliki pribadi yang unggul, berani, independen, hidup tidak merugikan orang lain, sebaliknya malah memberikan manfaat bagi anggota masyarakat yang lain. Keempat, dengan berkembangnya kewirausahaan, maka akan menumbuhkan etos kerja dan kehidupoan yang dinamis, serta semakin banyaknya partisipasi masyarakat terhadap pembangunan bangsa.

C. Sifat – Sifat Dasar wirausaha Muslim
Sebagai konsekuensi pentingnya kegiatan wirausaha, Islam menekankan pentingnya pembangunan dan penegakkan budaya kewirausahaan dalam kehidupan setiap muslim. Budaya kewirausahaan muslim itu bersifat manusiawi dan religius, berbeda dengan budaya profesi lainnya yang tidak menjadikan pertimbangan agama sebagai landasan kerjanya.
Dengan demikian seorang wirausahawan muslim akan memiliki sifat – sifat dasar yang mendorongnya untuk menjadi pribadi yang kreatif dan handal dalam menjalankan usahanya atau menjalankan aktivitas pada perusahaan tempatnya bekerja. Sifat – sifat dasar itu di antaranya ialah :
· Selalu menyukai dan menyadari adanya ketetapan dan perubahan. Ketetapan ditemukan antara lain pada konsep aqidah ( QS. Al Anbiya : 125 ). Sedangkan perubahan dilaksanakan pada masalah – masalah muamalah, termasuk peningkatan kualitas kehidupan (QS al Ra’d : 11 ).
· Bersifat inovatif, yang membedakannya dengan orang lain. Al Quran menempatkan manusia sebagai khalifah, dengan tugas memakmurkan bumi, dan melakukan perubahan serta perbaikan ( al Hadis ).
· Berupaya secara sungguh – sungguh untuk bermanfaat bagi orang lain. Ada beberapa hadis Nabi yang menjelaskan keharusan seseorang untuk bermanfaat bagi orang lain.
Manusia terbaik adalah manusia yang bermanfaat bagi orang lain ( al Hadis )
Siapa yang membantu seseorang untuk menyelesaikan kesulitan didunia, niscaya Tuhan akan melepaskannya dari kesulitan di hari kemudian ( al Hadis ).
Siapa yang menyayangi seseorang di dunia, maka Yang Di Langit akan menyayanginya ( al Hadis )Tidak disebut seseorang itu beriman sebelum ia menyayangi saudaranya sebagaimana ia menyayangi dirinya sendiri ( al Hadis ).Karyanya dibangun secara berkelanjutan. Bukan hanya untuk sesaat atau untuk dirinya sendiri atau orang sezamannya, tetapi untuk jangka waktu yang lebih panjang dan bagi generasi – generasi sesudahnya. Bukan hanya diusahakan berjalan baik pada masanya, tetapi juga sesudahnya. Tegasnya, dibutuhkan pelembagaan bagi sistem kerjanya. Banyak hadist dan ayat – ayat yang memberikan bimbingan dalam hal ini. Di antaranya : Bekerjalah kamu untuk dunia seolah – olah engkau hidup selama – lamanya, dan bekerjalah untuk akhirat, seolah olah kamu akan mati esok hari ( al Hadis ).
Sekiranya kamu tahu bahwa engkau akan mati esok hari, silakan kamu menanam kurma hari ini ( al Hadis ).
Hendaklah merasa kawatir orang – orang yang meninggalkan keturunannya berada dalam keadaan lemah, kawatir akan masa depan mereka ( QS. Al Nisa’ : 9 )

Tidak ada komentar: